MANGROVE WONOREJO SURABAYA
MANGROVE WONOREJO SURABAYA
1.1 Latar Belakang
Pesisir merupakan daerah
pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat meliputi bagian
daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat
laut seperti pasang surut,
angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan
ke arah laut meliputi
bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi
di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun
yang disebabkan oleh kegiatan manusia
di darat seperti
penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiarto, 1976; Dahuri et al, 2001). Wilayah
pesisir memiliki berbagai potensi yang dapat dikembangkan karena keberagaman
ekosistemnya, yang salah satu ekosistemnya berupa mangrove. Menurut Duke (1992)
Ekosistem mangrove adalah
suatu lingkungan yang
mempunyai ciri khusus karena lantai
hutannya secara teratur digenangi oleh air yang dipengaruhi oleh salinitas serta fluktuasi ketinggian permukaan air karena adanya
pasang surut air laut.
Keberadaan ekosistem mangrove tentunya memiliki berbagai
manfaat, namun tidak menutup kemungkinan apabila terdapat berbagai
masalah dengan keberadaan ekosistem mangrove. Di Indonesia jumlah mangrove yang
tersebar adalah sebesar
30% dari jumlah total yang ada di dunia. Dalam
UU No. 27 Tahun 2007
telah dijelaskan mengenai
tata cara pengelolaan
wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil yang didalamnya mencakup pengelolaan
mengenai mangrove.
Surabaya sebagai salah satu wilayah
pesisir, memiliki ekosistem mangrove yang sudah mulai dikembangkan oleh pihak
pemerintah salah satunya adalah di kawasan Pamurbaya (Pantai Timur Surabaya) yaitu
ekosistem mangrove Wonorejo. Dan dalam upaya untuk
mengoptimalkan ekosistem mangrove yang telah ada saat ini perlu diketahui permasalahan beserta
potensi yang masih bisa digali
untuk dikembangkan. Sehingga dalam makalah ini dilakukan
identifikasi mengenai potensi dan masalah Ekosistem Mangrove yang ada di Surabaya yaitu di Wonorejo
berdasarkan kuliah lapangan
yang telah dilakukan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada BAB II menjelaskan mengenai
konsep dasar teori dan referensi yang digunakan
dalam penyusunan laporan
yang berkaitan dengan ekosistem Mangrove.
BAB III PEMBAHASAN. Pada bab III berisi tentang
gambaran umum wilayah
kawasan Mangrove Wonorejo beserta hasil identifikasi yang diperoleh
mengenai potensi dan masalah kawasan Mangrove
Wonorejo.
BAB IV PENUTUP. Pada
BAB IV yaitu merupakan bab akhir yang berisi tentang kesimpulan dari
keseluruhan pembahasan serta lesson learned yang diperoleh.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Ekosistem mangrove
Mangrove merupakan komunitas tumbuhan berkayu yang toleran terhadap
air asin yang tumbuh
terutama sepanjang daerah
pantai terlindung, khususnya sepanjang teluk
atau di dalam estuaria atau laguna. Menurut
Duke (1992) Ekosistem
mangrove adalah suatu lingkungan yang mempunyai ciri khusus karena
lantai hutannya secara
teratur digenangi oleh air yang dipengaruhi oleh salinitas serta
fluktuasi ketinggian permukaan air karena adanya pasang surut
air laut. Sedangkan berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Kehutanan
Departemen Pertanian No. 60/Kpts/DJ/I/1978, hutan mangrove
adalah tipe hutan yang terdapat di sepanjang pantai dan sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
Hutan mangrove dikenal
juga dengan istilah
tidal forestcoastal woodland, vloedbos dan hutan payau (Kusmana
dkk., 2005) yang terletak di perbatasan antara
darat dan laut, tepatnya di daerah pantai
dan di sekitar muara sungai
yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut
(Sumaharni, 1994). Menurut
Kusmana dkk., (2005)
hutan mangrove adalah
suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai
yang terlindung, laguna, muara sungai)
yang tergenang waktu
air laut pasang
dan bebas dari
genangan pada saat air laut surut,
yang komunitas tumbuhannya toleran terhadap garam.
Adapun ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas
organisme yang berinteraksi dengan
faktor lingkungan di dalam suatu
habitat mangrove.
2.2 Ciri-ciri Ekosistem mangrove
Sebagai salah satu ekosistem yang ada di pesisir, mangrove
memiliki berbagai karakteristik seperti yang dijelaskan oleh Lembaga Pengkajian
dan Pengembangan Mangrove (LPP Mangrove, 2008) yaitu:
§ Memiliki jenis
pohon yang relative
sedikit
§ Memiliki akar
yang unik misalnya seperti jangkar melengkung dan menjulang pada bakau Rhizophora spp.,
serta akar yang mencuat vertikal
seperti pensil pada
pidada Sonneratia spp. dan pada api-api
Avicennia spp
§ Memiliki
biji (propagul) yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya, khususnya
pada Rhizophora
§
Memiliki banyak lentisel
pada bagian kulit pohon
§ Hidup di tempat yang
tanahnya tergenang air laut secara
berkala, baik setiap
hari atau hanya tergenang pada saat pasang;
tempat tersebut menerima
pasokan air tawar yang
cukup dari darat;
daerahnya terlindung dari
gelombang besar dan
arus pasang surut yang
kuat; airnya berkadar
garam (bersalinitas) payau
(2-22 ‰)
2.3 Fungsi Ekosistem mangrove
Mangrove menjebak dan menahan sedimen,
meredam badai pantai
dan energi gelombang, memberi
perlindungan bagi juvenil ikan dan biota
avertebrata dan
mengasimilisasi nutrien untuk dikonversi menjadi jaringan tumbuhan (Clark,
1992; Sullivan, de Silva,
White and Wijeratne, 1995). Selain itu menurut Baker
and Kaeoniam (1986), fungsi
mangrove lainnya adalah kontrol terhadap erosi, menetralisasi limbah cair dan sebagai sanctuary kehidupan liar. Mangrove dikenal
sebagai pemasok hara
dan makanan bagi plankton. Fungsi ekosistem mangrove dapa
dilihat dalam tabel berikut ini:
Fungsi Fisik
|
Fungsi Ekonomi
|
Fungsi Biologi
|
Fungsi Pariwisata
|
1. Menjaga
garis pantai juga
tebing sungai terhindar dari erosi dan
abrasi.
2. Memacu
percepatan perluasan lahan.
3. Mengendalikan
intrusi dari air laut.
4. Melindung
daerah belakang hutan mangrove dari pengaruh negatif hempasan gelombang juga angin kencang.
5. Sebagai
kawasan penyangga rembesan air lautan.
6. Sebagai pusat pengolahan limbah organik.
|
1. Merupakan
fishing ground (daerah penangkapan
ikan) yang produktif, seperti penghasil nener, ikan,
udang dan biota lainnya.
2. Sumber kayu bahan bakar
dan bahan bangunan bagi
manusia.
3. Penghasil
beberapa unsur penting seperti minuman,
makanan, obat- obatan, tannin, kosmetik dan madu.
4. Sebagai lahan untuk produksi
pangan.
|
1. Sebagai tempat untuk mencari makanan, memijah, dan berkembang biak bagi beragai organisme laut seperti ikan, udang, dan lain- lain.
2.
Sebagai salah satu sumber
keanekaragaman plasma nutfah
|
1. memiliki nilai pariwisata tinggi
sebagai objek dan
daya tarik wisata alam, pendidikan dan ilmu pengetahuan
|
2.4 Klasifikasi Ekosistem mangrove
Watson (1928) mengelompokkan
tumbuhan mangrove menjadi lima, yaitu:
1
Jenis tumbuhan yang
hidup di daerah
genangan pasang naik yang tinggi;
2
Jenis tumbuhan yang
hidup di daerah
genangan pasang naik
yang medium;
3
Jenis tumbuhan yang hidup di daerah genangan
pasang naik dengan
tinggi pasang normal;
4
Jenis tumbuhan yang hidup di daerah genangan
pasang naik yang tertinggi (spring tide);
5
Jenis tumbuhan yang
hidup di daerah
genangan pasang pada saat lain.
2.5 Ekowisata
Pengertian ekowisata pertama
diperkenalkan oleh organisasi The Ecoutourism
Society (1990) adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang
dilakukan dengan tujuan mengkonservai lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Semula ekowisata dilakukan oleh wisatawan pecinta
alam yang menginginkan di
daerah tujuan wisata tetap utuh dan lestari disamping budaya dan kesejahteraan
masyarakatnya tetap terjaga.
Namun dalam perkembangannya ternyata bentuk ekowisata
ini berkembang karena banyak digemari oleh wisatawan.
Wisatawan ingin berkunjung ke area alami, yang dapat menciptakan
kegiatan bisnis. Ekowisata kemudian didefinisikan sebagai berikut : Ekowisata
adalah bentuk baru dari perjalanan bertanggungjawab ke area alami dan
berpetualangan yang dapat
menciptakan industri pariwisata (Eplerwood, 1999).
Ekowisata merupakan bentuk wisata yang dikelola dengan
pendekatan konservasi. Apabila ekowisata pengelolaan alam dan budaya masyarakat
yang menjamin kelestarian dan kesejahteraan, sementara konservasi merupakan upaya
menjaga kelangsungan pemanfaatan sumberdaya alam untuk waktu kini dan masa
mendatang. Ekowisata tidak melakukan eksploitasi alami, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan, fisik, dan psikologis wisatawan.
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Gambaran Umum Wilayah Kawasan Mangrove Wonorejo
3.1.1 Gambaran Umum Lokasi
Lokasi yang menjadi wilayah studi kuliah lapangan adalah
berada di Kawasan Ekowisata Mangrove yang terletak di Jl. Raya
Wonorejo No. 1 Desa Wonorejo Kelurahan
Wonorejo, Kecamatan Rungkut, Surabaya Timur. Ekowisata Mangrove Wonorejo
ini memiliki aksesibilitas yang tinggi, mudah dijangkau dengan menggunakan
kendaraan roda dua, pribadi maupun angkutan umum. Luas dari lokasi ekowisata kurang lebih sekitar
800 Ha, yang
berjarak 2 km dari pusat
Kota Surabaya. Adapun batas-batas administrasi lokasi studi
adalah sebagai berikut:
§
Batas Utara : Kelurahan
Keputih, Sukolilo
§
Batas Selatan : Kelurahan
Medokan Ayu, Rungkut
§
Batas Timur : Selat Madura
§
Batas Barat : Kelurahan
Penjaringansari, Rungkut
![]() |
Sumber
: Google maps
3.1.2 Kondisi Eksisting Kawasan Mangrove Wonorejo
Kondisi Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo yang merupakan salah
satu hutan mangrove di Suarabaya dapat dibilang bagus jika dibandingkan dengan di wilayah lainnya.
Yang dilengkapi dengan
keberagaman flora dan fauna yang mendukung
ekosistem mangrove di kawasan studi. Pada awalnya Kawasan Mangrove Wonorejo
hanya dimanfaatkan sebagai
wisata edukasi yang
ditujukan
bagi para
murid maupun mahaasiswa yang kemudian dikembangkan manjadi Ekowisata
yang ditujukan untuk umum.
![]() |
Gambar
2 Persebaran Mangrove
Sumber
: Survey Primer, 2016
Adapun jenis-jenis mangrove yang ada di Ekowisata Mangrove Wonorejo dapat
dilihat pada tabel berikut :
No.
|
Jenis
Spesies
|
Fungsi
|
Ekologi
|
1.
|
Gedangan / Aegiceras Corniculatum (L.) Bianco
![]() |
§ Kuit
kayu yang berisi saponin dapat digunakan untuk racun ikan
§ Bunga
dimanfaatkan sebagai hiasan karena wanginya
§ Kayu dapat dijadikan arang
|
Gedangan dapta hidup
di pantai dengan salinitas yang tinggi.
Di Surabaya
sendiri Gedangan dapat ditemui di
wilayah Pantai Timur
dan Pantai Utara yaitu
Gunung Anyar Tambak, Medoan
Ayu, Wonorejo, Keputih,
Greges,
dsb.
|
2.
|
Kateng / Avicennia lanata
Ridley
![]() |
§ Kayu dapat dimanfaatkan sebagai kayu bakar
§ Sebagai bahan
bangunan
§ Dapat
dimakan, merupakan
bahan dasar
untuk
|
Kateng dapat ditemukan
datu hidup di paparan lumpur, tepi sungai, daerah kering, dan
toleran pada perairan
dengan salinitas tinggi.
Di Kota Surabaya
|
|
|
pembuatan
makanan mangrove seperti tempet
|
Kateng dapat
dijumpai di Pantai Timur
tepatnya di
Gunung Anyar Tambak, Medoan
Ayu, Wonorejo, Keputih, dsb.
|
3.
|
Api-Api / Avicennia
Alba Blume
![]() |
§ Kayu
bakar dan bahan
bangunan dengan mutu rendah
§ Getahnya dapat
digunakan untuk mencegah kehamilan
§
Buahnya dapat
dimakan
|
Api-api dapat
hidup pada paparan
lumpur, tepi sungai,
daerah kering,
serta toleran terhadap salinitas tinggi.
|
4.
|
Jeruju / Acanthus
Ilicifolius L
![]() |
§ Buah yang ditumbuk dapat dimanfaatkan
untuk “pembersih darah” serta kulit terbakar
§ Daun dapat mengobati penyakit reumatik
§ Perasan buah
dan akar dapat dimanfatkan untuk mengatasi gigitan ular beracun
§ Biji dapat digunakan untuk mengobati penyakit
cacing pada
pencernaan
|
Jeruju dapat ditemukan
atau hidup hamper di seluruh
wilayah Pantai Kota Surabaya
|
|
|
§ Pohon dapat digunakan sebagai pakan
ternak
|
|
5.
|
Api-Api / Avicennia Marina
(Forsal) Vierh
![]() |
§ Daun digunakan
untuk mengatasi kulit yang terbakar
§ Resin yang keluar dari kulit
kayu dapat dimanfaatkan sebagai alat kontrasepsi
§ Buah dapat dimakan
§ kayu dapat menghasilkan bahan kertas yang berkualitas tinggi
§ Daun digunakan
sebagai pakan
ternak
|
Api-api jenis ini dapat ditemukan
di Pantai Timur Surabaya khususnya di Gunung Anyar Tambak, Medokan Ayu, Wonorejo, Keputih, dsb.
|
6.
|
Bakau Tinjang / Rhizophora Mucronata Lam.
![]() |
§ Bahan dasar pembuatan makanan mangrove seperti keripik
§ Tenin
dan kulit kayu digunakan untuk
pewarnanaan, dan kadang digunakan untuk obat
dalam kasus hematuria
|
Bakau dapat ditemukan di wilayah Pantai Timur dan Pantai Utara Kota Surabaya, Khususnya dapat ditemukan di Gunung Anyar Tambak, Medoan Ayu, Wonorejo, Keputih,
Kenjeran, Asemrowo,
Greges dsb
|
7.
|
Werus / Brugulera Cylindrica Blume
![]() |
§ dapat
digunakan sebagai kayu bakar
§ akar embrio dimanfaatkan sebaagi makanan ringan dengan gula dan kelapa
|
Werus dapat ditemukan di wilayah pantai
timur kota Surabaya, khususnya di Wonorejo, Panta Utara Kota Surabaya, Greges, dsb.
|
8.
|
Lindur / Ceriops
tagal C. B. Rob
![]() |
§ Ekstrak
kulit kayu bermanfaat untuk persalinan
§ Tanin
dihasilkan dari kulit
kayu
§ Kulit
kayu dan kayu dapat dimanfaatkan sebagai pewarnaan
|
Dapat ditemukan di wilayah Surabaya Timut Kota Surabaya, khususnya di
Wonorejo
|
9.
|
Tanjang Merah, Putut / Brugulera gymnorrhiza (L.) Lam
![]() |
§ Bagian dalam hipokotil dapat dimakan dan dicampur dengan gula
§ Kayu digunakan
untuk kayu
bakar dan pembuatan arang
§ Bahan dasar pembuatan tepung
pengganti beras
|
Wilayah pantai timur kota Surabay, khususnya Wonorejo, Pantai Utara Kota Surabaya, Greges, dsb/
|
10.
|
Buyuk / Nypa
Fruticans Wurmb
![]() |
§ Dapat diolah menjadi tepung, permen, manisan, sirup, alcohol, gula
§ jika
dikelola dengan baik dapat
menghasilkan
|
Buyuk dapat ditemukan
di wilayah Pantai
Timur Kota Surabaya, Sepanjang sungai Wonorejo (sungai jagir,
Sungai Apur),
|
|
|
gula dengan sukrosa yang
lebih tinggi, lebih bagus dari gula tebu
§ Daun dapat dimanfaatkan sebagai sebagai topi, tikar, keranjang, dan kertas rokok.
§ Biji dapat dimakan
§ Serat
gagang dan daun
dapat dibuat tali dan
bulu sikat
|
Gunung Anyar Tambak,
Medoan Ayu, Keputih, dan
sebagian wilayah kenjeran
|
11.
|
Bakau Tinjang Wedok / Rhizophora
Apiculata
BLUME
|
§ Kulit
kayu berisi 30% tenin
§ Cabang Akar dapat digunakan sebagai jangkar batu
§ Digunkana
untuk melindungi pematang untuk tanaman
penghijauan
|
Bakau jenis ini dapat ditemukan di Wilayah
Pantai Utara Kota Surabya, khusunya Asemrowo, Greges, dsb.
|
12.
|
Bogem /
Sonneratia caseolaris (L.) Engl,
![]() |
§ Buah asam dapat digunakan sebaga bahan rujak
|
Dapat ditemukan di Wilayah
Pantai Timur Kota Surabaya, di sepanjang Sungai Wonorejo
(Sungai Jagir),
Gunung Anyar Tambak, Medoan
Ayu, Keputih, dan Sebagian wilayah
Kenjeran
|
13.
|
Ketower / Derris
trifoliate Lour
![]() |
§ batang dapat digunakan sebagai tali
§ akarnya dapat digunakan
sebagai racun ikan
|
Dapat ditemukan di seluruh
wilayah Pantai Timur dan Pantai
Utara Kota Surabya
|
14
|
Tinjang / Rhizophora
Stylisa Gryff
![]() |
§ Kayu dapat dimanfaatkan sebagai boomerang dan tombak
§ buah dapat digunakan sebagai anggur ringan dan obat untuk hematuria
|
Dapat ditemukan di
Wilayah Pantai Timut Kota Surabaya, khususnya di Gunung anyar Tambak, Medoan
Ayu, Wonorejo, Keputih, dsb.
|
15.
|
Nyirih / Xylocarpus Mollucencis
(Lam.) M.Roem
|
§ Biji dapat digunakan sebagai obat sakit perut
§ dapat
dijadikan jamu untuk proses
setelah bersalin
§ dapat
dijadikan sebagai jamu penambah nafsu makan
§ tannin dapat dijadikan sebagai jala dan obat
pencernaan
|
dapat ditemukan di
Wilayah Pantai Timur Kota Surabaya, khususnya di Gunung Anyar Tambak, Medoan Ayu, Wonorejo, Keputihh, dsb.
|
Sumber
: Survey Primer dan Sekunder, 2016
3.2 Potensi dan Masalah Kawasan Mangrove Wonorejo
3.2.1 Potensi Kawasan
Mangrove Wonorejo
Potensi dapat dikembangkan di
Ekowisata Mangrove ini meliputi:
§ Potensi Keanekaragaman Ekosistem
Ekosistem mangrove yang ada di Wonorejo dapat terbilang
cukup bervariasi, yang setidaknya terdapat 15 jenis pohon mangrove
yang telah hidup di kawasan
pesisir ini. Selain
itu dengan keberadaan hutan mangrove mampu
menarik atau
mendatangkan beberapa jenis spesies burung hingga mencapai 147 spesies
beserta berbagai spesies
fauna lainnya yang dapat menunjang kawasan
Ekowisata Mangrove. Atau dalam kata lain, dengan adanya keberagaman ekosistem mangrove akan mendatangkan berbagai jenis flora dan fauna sehingga tidak hanya jenis
mangrove yang bervariasi namun juga flora
dan fauna yang tersedia.

Sumber :
Survey Primer, 2016
§ Potensi Pengembangan Kawasan
Yang dimaksudkan dengan mangrove berpotensi sebagai pengembangan
kawasan sebenarnya dapat dilihat dari berbagai
perspektif diantaranya adalah dari segi sosial,
ekonomi, edukasi dan wisata. Dari segi
sosial, kawasan Ekosistem Mangrove Wonorejo sampai saat ini telah dikelola
oleh sebuah lembaga
swadaya masyarakat yang terintegrasikan kerjasama antara petambak, nelayan serta
masyarakat yang tinggal
di sekitar kawasan mangrove.
Dimana dari ketiga pihak tersebut saling bekerjasama dalam upaya mengelola
dan menjaga keseimbangan ekosistem alam. Hal tersebut menunjukkan
bahwa masyarakat telah memiliki sense of
belonging atau rasa saling memiliki. Selain itu dalam upaya melindungi
keberadaan sisa-sisa hutan mangrove sebagai kawsan
konservasi, masyarakat bekerja
sama dengan polsek terdekat melalui
bantuan komunikasi telepon
genggam.
Kemudian dari segi ekonomi keberadaan Ekowisata Mangrove
Wonorejo dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar serta biaya retribusi yang harus dibayar
ketika berkunjung di Ekowisata ini sebenarnya
digunakan untuk upaya
pengelolaan kawasan. Sedangkan segi edukasi dan wisata, kawasan
mangrove Wonorejo merupakan salah satu media belajar yang sekaligus tempat rekreasi para pengunjung,
dimana pada Ekowisata Mangrove Wonorejo ini juga
dilengkapi dengan berbagai
jenis fasilitas penunjang seperti perahu,Musholla,gazebo,restoran, sentra PKL makanan dan
minuman, serta joging track panjang
yang terbuat dari anyaman bambu, yang menghubungkan berbagai titik obyek.

Sumber :
Survey Primer, 2016
§ Potensi Ekosistem Mangrove
Ekosistem mangrove yang ada di Wonorejo sangat bermanfaat bagi masyarakat sekitar
dan bagi biota
laut yang hidup di perairan
sekitarnya. Untuk jenis
mangrove yang paling banyak dimanfaatkan antara lain jenis Api-api, Sonirafia, dan Nipah. Api-api
merupakan tempat berkembang biaknya biota laut seperti
ikan dan kepiting
khususnya di bagian
akar nafasnya. Selain itu akar dari Api-api
ini dapat menyerap
kadar garam yang tinggi. Kadar garam yang telah diserap ini kemudian
dibuangnya dibalik pohon.
Namun apabila kadar garam melampaui batas maka tanaman
ini kulitnya akan menghitam dan kemudian mati. Adanya api-api yang lebat ini juga
bermanfaat untuk mengurangi intrusi air
laut yang saat
ini sudah sampai
Injoko.
Keberadaan jenis mangrove Api-api daunnya dapat digunakan
sebagai pakan ternak hewan,
buahnya dapat diolah
sebagai bahan dasar
tempe mangrove. Tak hanya itu batang api-api ini juga bisa
dijadikan arang yang mahal dan kualitas ekspor Jepang. Buah Bogem dan Nipah juga
dapat digunakan sebagai bahan pangan, sedangkan akar Sonirafia dapat
![]() |
![]() |
||
dimanfaatkan sebagai kerajinan tangan dan pewarna batik yang hasilnya juga dijual di kawsan Ekowisata tersebut.

Gambar 5 Pemanfaataan
Magrove
Sumber : www.google.com
3.2.2 Masalah Kawasan Mangrove Wonorejo
Disamping potensi
yang ada di kawasan mangrove
Wonorejo terdapat beberapa permasalahan terkait:
§ Masalah Keanekaragaman Ekosistem
Spesies atau jenis mangrove yang ada di Ekowisata Mangrove Wonorejo
sebenarnya sangat beragam, namun jumlah dari tiap-tiap jenis sangat minim.
Sehingga diperlukannya upaya-upaya pengembangan serta pengelolaan
terhadap keanekaragaman ekosistem yang ada agar jumlah yang semakin
sedikit tidak terus berkurang.
§ Semakin menurunnya luasan mangrove
Berdasarkan info yang diperoleh dari narasumber, kondisi
hutan mangrove yang ada di Wonorejo saat ini berbeda jauh dengan sebelumnya, yaitu ketika belum
diberlakukannya UU mengenai Konservasi Mangrove. Ketebalan hutan
mangrove dari bibir
pantai yang sebelumnya mencapai 1 km dengan luas 6000 Ha saat ini hanya mencapai
800 Ha. Hal tersebut disebabkan karena sebelum
diberlakukannya UU Konservasi, masyarakat dengan mudahnya
melakukan penebangan hutan dan pelanggaran terhadap kawasan Mangrove tanpa
adanya pengawasan oleh
pihak berwenang.
Dengan semakin menurunnya hutan mangrove yang tersedia, menjadikan kawasan
hutan mangrove rawan
terhadap abrasi. Bahkan
setiap tahunnya, abrasi yang
terjadi mencapai 20 m kearah
pantai.

Sumber :
Survey Primer, 2016
§ Permasalahan Lingkungan
Permasalahan lingkungan yang terjadi adalah masih banyaknya
ditemui sampah yang berserakan, baik sampah yang bawa oleh pengunjung maupun sampah yang berasal dari kapal yang membuang sampah
di tengah laut,
dan sungai dari kota. Sampah sungai merupakan sampah buangan dari Sungai
Banyuwangi, Gresik, dan Pantura. Surabaya yang merupakan tempat pembuangan terkahir,
menjadikan Surabaya sebagai
tempat tumpukan sampah dari ketiga
kota tersebut. Sampah yang berasal dari sungai di Surbaya kemudian mengalir di Estuaria hutan mangrove dan terdampar
di kawasan hutan Mangrove.
Masalah lain yang berkaitan dengan lingkungan yaitu tidak
tersedianya fasilitas pengolahan limbah
secara komunal disekitar
perumahan yang menyebabkan masyarakat justru membuang limbah
ke sungai yang
mengalir ke estuaria di kawasan hutan
mangrove tersebut. Permasalahan limbah yang
mencemari ekosistem di Mangrove Wonorejo
juga merupakan kiriman
yang berasal dari Lumpur Lapindo Sidoarjo
Dimana Pada tahun 2014, puluhan
ton kerang ditemukan mati dikarenakan limbah lumpur yang mengalir ke
laut sekitar hutan mangrove.
![]() |
![]() |
Gambar 7 Tumpukan sampah yang menjadi masalah lingkungan
Sumber :
Survey Primer, 2016
§ Permasalahan Kelembagaan
Ketidakjelasan mengenai lembaga yang berwenang terhadap pengelolaan kawasan
tersebut disebabkan karena
zona konservasi sampai saat
ini adalah sebagian
milik pribadi dan sebagian milik
PT. Sehingga legalitas terhadap pembagian kawasan konservasi juga tidak dapat
diketahui dengan jelas.
Ditambah lagi dengan adanya perumahan disekitar kawasan hutan mangrove sempat
menimbulkan perselisihan antara pihak pengembang dengan pihak pengelola mengenai
batas zona konservasi. Dimana perijinan
perumahan telah diperoleh sejak 20 tahun yang lalu dengan pertimbangan awalnya
lahan tidak produktif sehingga pihak pengembang memutuskan untuk memanfaatkan
lahan tersebut sebagai permukiman. Dan berdasarkan informasi yang
diperoleh dari salah
satu narasumber FKMPM,
sampai saat ini pihak yang dapat mengelola kawasan konservasi Mangrove
Wonorejo adalah Pemerintah
Kota Surabaya bersama denganPertamina dan BPN. Permasalahan mengenai
kelembagaan di ekowisata mangrove ini sebenarnya juga disebabkan
karena Pemerintah Kota Surabaya belum melakukan pembebasan terhadap
lahan konservasi.
§ Minimnya biaya pengelolaan
Dalam pengelolaan kawasan konservasi mangrove, biaya yang dibutuhkan
tentunya tidak sedikit. Hal tersebut merupakan salah satu kendala pokok yang dihadapi oleh pihak pengelola untuk mengembangkan kawasan ekowisata mangrove ini. Sulitnya
memperoleh dana tidak
hanya berasal dari UPTD namun juga dari pemerintah pusat.
Sampai saat ini swadaya masyarakat harus mengajukan
proposal terlebih dahulu untuk
memperoleh bantuan dana pengelolaan kepada
UPTD. Seperti tersedianya gazebo
merupakan salah satu
wujud bantuan dari
UPTD dimana pemberian nama dari gazebo juga disesuaikan dengan nama UPTD tersebut. Bahkan beberapa UPTD sempat menolak
untuk memberi bantuan setelah melihat lokasi gazebonya yang tidak strategis untuk dikunjungi oleh pengunjung, padalah tujuan utama
dibangunannya gazebo tersebut adalah untuk melindungi hutan mangrove
agar tidak semakin menipis. Biaya pengelolaan yang sudah jelas diperoleh untuk mengelola
Ekowisata Mangrove Wonorejo adalah diperoleh dari biaya retribusi yang
diberikan kepada para pengunjung.
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang dilakukan pada bab sebelumnya
jadi dapat disimpulkan bahwa Ekowisata Mangrove Wonorejo memiliki
aksesibilitas yang tinggi, mudah dijangkau dengan menggunakan kendaraan roda dua,
pribadi maupun angkutan umum. Luas dari lokasi
ekowisata kurang lebih
sekitar 800 Ha, yang berjarak 2 km dari pusat Kota
Surabaya. Kondisi Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo yang merupakan salah satu
hutan mangrove di Suarabaya dapat
dibilang bagus jika
dibandingkan dengan di
wilayah lainnya. Yang dilengkapi dengan keberagaman flora dan fauna yang mendukung ekosistem mangrove di kawasan
studi. Potensi yang terdapat di kawasan
Ekowisata Mangrove Wonorejo meliputi tersedianya keberagaman jenis
mangrove yang setidaknya terdapat 15 jenis pohon mangrove yang mampu
mendatangkan berbagai jenis flora dan fauna sehingga tidak hanya jenis mangrove yang bervariasi namun
juga flora dan fauna yang
tersedia. Kemudian mangrove berpotensi sebagai pengembangan kawasan yang dilihat dari segi sosial,
ekonomi, edukasi dan wisata. Dari segi sosial dapat
yaitu mampu menumbuhkan rasa saling memiliki atau sense
of belonging masyarakat dalam upaya
pengelolaan mangrove. Dari segi ekonomi keberadaan Ekowisata Mangrove Wonorejo
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar serta biaya retribusi yang harus dibayar
ketika berkunjung di Ekowisata ini sebenarnya digunakan untuk upaya pengelolaan
kawasan. Sedangkan segi edukasi dan wisata, kawasan mangrove Wonorejo merupakan salah
satu media belajar
yang sekaligus tempat
rekreasi para pengunjung, yang dilengkapi fasilitas penunjang seperti gazebo,restoran, sentra
PKL makanan dan minuman, serta
joging track panjang yang terbuat
dari anyaman bambu, yang menghubungkan berbagai titik obyek. Potensi yang lainnya
yaitu keberadaan ekosistem mangrove yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar
dan bagi biota laut yang hidup di
perairan sekitarnya. Jenis Api-api, Sonirafia, dan Nipah merupakan jenis
seperti bahan makanan, pewarna
batik, kerajinan dan yang lainnya.
Selain potensi yang dapat dikembangan, dalam pengelolaan
dan pengembangan kawasan Ekowisata Mangrove
Wonorejo terdapat beberapa
masalah seperti masalah banyaknya
jenis mangrove tidak diimbangi dengan jumlah yang banyak juga, permasalahan
luasan hutan mangrove yang semakin lama semakin menurun, permasalahan
lingkungan yang ditimbulkan berupa tumpukan sampah dan limbah, permasalahan kelembagaan mengenai ketidakjelasan lembaga
yang berwenang terhadap pengelolaan kawasan
akibat adanya tumpang
tindih. Di kawasan
hutan mangrove juga terjadi pelanggaran mengenai penggunaan lahan
yang seharusnya menjadi
zona konservasi tapi justru dibangun perumahan, dalam hal ini
terjadi karena kurangnya integrasi antara UU Konservasi dengan
perijinan perumahan yang dikeluarkan. Serta permasalahan mengenai minimnya
biaya yang diperoleh untuk mengelola kawasan mangrove ini disebabkan oleh
sulitnya memperoleh dana tidak hanya
berasal dari UPTD namun juga
dari pemerintah pusat.
Sehingga hal yang harus dilakukan dalam upaya pengelolaan
dan pengembangan Kawasan Ekowisata Mangrove
Wonorejo adalah adanya kerjasama dari semua pihak, baik
masyarakat, swasta maupun Pemerintah Kota. Dimana ketiga pihak saling menjaga
dan melestarikan apa yang
telah ada saat
ini dengan koordinasi yang baik. Dengan
harapan dapat memecahkan berbagai masalah yang dimiliki dan terus mengembangkan potensi kawasan Ekowisata Mangrove.
4.2 Lesson Learned
Dari pembahasan yang telah
dilakukan, dapat diambil pembelajaran sebagai berikut:
1. Keberadaan
hutan mangrove tentunya memiliki berbagai potensi dan masalah, selain itu mangrove dapat dimanfaatkan oleh
manusia dan berbagai
organisme laut.
2. Konservasi merupakan
tindakan untuk menjaga
suatu kawasan,lingkungan agar tetap
terjaga dan tidak dirusak
3. Ekowisata
mangrove merupakan salah satu bentuk konservasi yang dapat dilakukan terhadap
spesies mangrove beserta jenis-jenis flora dan fauna yang mendukung keberadaan
ekosistem mangrove
4. Dalam
melakukan suatu konservasi, diperlukan pembiayaan yang tidak sedikit sehingga prinsip
yang harus ditanamkan yaitu memperoleh keuntungan (Profit Oriented) dan
memberika manfaat bagi masyarakat luas.
5. Perlu adanya
kerjasama antar semua
pihak-pihak terkait, yaitu
masyarakat, swasta dan pemerintah dalam
pengelolaan dan pengembangan wilayah konservasi serta
dalam upaya penyelesaian masalah
yang terdapat di kawasan.
6. Perlu adanya
Peraturan dan Kebijakan yang jelas mengenai
Konservasi
DAFTAR PUSTAKA
Academia.edu.
Analisis Persoalan Konservasi
Mangrove Wonorejo Dalam Ekonomi Kota.
Diakses pada tanggal 23 Mei 2016 pukul 20.50. (https://www.academia.edu/12629972/ANALISIS_PERSOALAN_KONSERVASI_ MANGROVE_WONOREJO_DALAM_EKONOMI_KOTA)
Ebiologi.com. Ekosistem Hutan
Mangrove: Ciri, Fungsi,
dan Kerusakannya. Diakses pada tanggal 19 Mei 2016 pukul 10.24.
Google.com. Diakses pada tanggal 24 Mei 2016 pukul 06.02.
(https://www.google.co.id/search?q=mangrove+wono+rejo+sebagai+pewar na+batik&espv=2&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwiMtcbFz_ HMAhXJp48KHVUtCbAQ_AUIBygB&biw=1366&bih=623#imgrc=YIysGnD2M FiNOM%3A)
Website Ekowisata Mangrove. Diakses pada tanggal 23 Mei 2016 pukul 22.0.
Komentar
Posting Komentar