MANGROVE WONOREJO SURABAYA



MANGROVE WONOREJO SURABAYA

 

1.1  Latar Belakang

Pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiarto, 1976; Dahuri et al, 2001). Wilayah pesisir memiliki berbagai potensi yang dapat dikembangkan karena keberagaman ekosistemnya, yang salah satu ekosistemnya berupa mangrove. Menurut Duke (1992) Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang mempunyai ciri khusus karena lantai hutannya secara teratur digenangi oleh air yang dipengaruhi oleh salinitas serta fluktuasi ketinggian permukaan air karena adanya pasang surut air laut.
Keberadaan ekosistem mangrove tentunya memiliki berbagai manfaat, namun tidak menutup kemungkinan apabila terdapat berbagai masalah dengan keberadaan ekosistem mangrove. Di Indonesia jumlah mangrove yang tersebar adalah sebesar 30% dari jumlah total yang ada di dunia. Dalam UU No. 27 Tahun 2007 telah dijelaskan mengenai tata cara pengelolaan wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil yang didalamnya mencakup pengelolaan mengenai mangrove.
Surabaya sebagai salah satu wilayah pesisir, memiliki ekosistem mangrove yang sudah mulai dikembangkan oleh pihak pemerintah salah satunya adalah di kawasan Pamurbaya (Pantai Timur Surabaya) yaitu ekosistem mangrove Wonorejo. Dan dalam upaya untuk mengoptimalkan ekosistem mangrove yang telah ada saat ini perlu diketahui permasalahan beserta potensi yang masih bisa digali untuk dikembangkan. Sehingga dalam makalah ini dilakukan identifikasi mengenai potensi dan masalah Ekosistem Mangrove yang ada di Surabaya yaitu di Wonorejo berdasarkan kuliah lapangan yang telah dilakukan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada BAB II menjelaskan mengenai konsep dasar teori dan referensi yang digunakan dalam penyusunan laporan yang berkaitan dengan ekosistem Mangrove.
BAB III PEMBAHASAN. Pada bab III berisi tentang gambaran umum wilayah kawasan Mangrove Wonorejo beserta hasil identifikasi yang diperoleh mengenai potensi dan masalah kawasan Mangrove Wonorejo.
BAB IV PENUTUP. Pada BAB IV yaitu merupakan bab akhir yang berisi tentang kesimpulan dari keseluruhan pembahasan serta lesson learned yang diperoleh.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1  Pengertian Ekosistem mangrove

Mangrove merupakan komunitas tumbuhan berkayu yang toleran terhadap air asin yang tumbuh terutama sepanjang daerah pantai terlindung, khususnya sepanjang teluk atau di dalam estuaria atau laguna. Menurut Duke (1992) Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang mempunyai ciri khusus karena lantai hutannya secara teratur digenangi oleh air yang dipengaruhi oleh salinitas serta fluktuasi ketinggian permukaan air karena adanya pasang surut air laut. Sedangkan berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Kehutanan Departemen Pertanian No. 60/Kpts/DJ/I/1978, hutan mangrove adalah tipe hutan yang terdapat di sepanjang pantai dan sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forestcoastal woodland, vloedbos dan hutan payau (Kusmana dkk., 2005) yang terletak di perbatasan antara darat dan laut, tepatnya di daerah pantai dan di sekitar muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Sumaharni, 1994). Menurut Kusmana dkk., (2005) hutan mangrove adalah suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang waktu air laut pasang dan bebas dari genangan pada saat air laut surut, yang komunitas tumbuhannya toleran terhadap garam. Adapun ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme yang berinteraksi dengan faktor lingkungan di dalam suatu habitat mangrove.

2.2  Ciri-ciri Ekosistem mangrove

Sebagai salah satu ekosistem yang ada di pesisir, mangrove memiliki berbagai karakteristik seperti yang dijelaskan oleh Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove (LPP Mangrove, 2008) yaitu:
§  Memiliki jenis pohon yang relative sedikit
§  Memiliki akar yang unik misalnya seperti jangkar melengkung dan menjulang pada bakau Rhizophora spp., serta akar yang mencuat vertikal seperti pensil pada pidada Sonneratia spp. dan pada api-api Avicennia spp
§  Memiliki biji (propagul) yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya, khususnya pada Rhizophora
§  Memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon
§  Hidup di tempat yang tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya tergenang pada saat pasang; tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat; daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat; airnya berkadar garam (bersalinitas) payau (2-22 ‰)

2.3  Fungsi Ekosistem mangrove

Mangrove menjebak dan menahan sedimen, meredam badai pantai dan energi gelombang, memberi perlindungan bagi juvenil ikan dan biota avertebrata dan

mengasimilisasi nutrien untuk dikonversi menjadi jaringan tumbuhan (Clark, 1992; Sullivan, de Silva, White and Wijeratne, 1995). Selain itu menurut Baker and Kaeoniam (1986), fungsi mangrove lainnya adalah kontrol terhadap erosi, menetralisasi limbah cair dan sebagai sanctuary kehidupan liar. Mangrove dikenal sebagai pemasok hara dan makanan bagi plankton. Fungsi ekosistem mangrove dapa dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 1 Fungsi Ekosistem Mangrove

Fungsi Fisik
Fungsi Ekonomi
Fungsi Biologi
Fungsi Pariwisata
1.       Menjaga garis pantai juga
tebing sungai terhindar dari erosi dan abrasi.
2.       Memacu percepatan perluasan lahan.
3.       Mengendalikan intrusi              dari      air laut.
4.       Melindung daerah belakang hutan mangrove dari             pengaruh negatif hempasan gelombang juga angin kencang.
5.       Sebagai kawasan penyangga rembesan                         air lautan.
6.       Sebagai          pusat pengolahan limbah organik.
1.       Merupakan fishing               ground (daerah penangkapan ikan)            yang produktif, seperti penghasil nener,                  ikan,
udang             dan biota lainnya.
2.       Sumber         kayu bahan          bakar
dan bahan bangunan bagi manusia.
3.       Penghasil beberapa unsur penting seperti minuman, makanan, obat- obatan, tannin, kosmetik         dan madu.
4.       Sebagai        lahan untuk produksi
pangan.
1.       Sebagai        tempat untuk         mencari makanan, memijah,                        dan berkembang biak bagi                   beragai organisme      laut seperti              ikan, udang, dan lain- lain.
2.       Sebagai salah satu sumber keanekaragaman plasma nutfah
1. memiliki nilai pariwisata tinggi sebagai objek   dan
daya           tarik wisata       alam, pendidikan dan                ilmu pengetahuan
Sumber : Website Biologi (www.ebiologi.com)

2.4  Klasifikasi Ekosistem mangrove

Watson (1928) mengelompokkan tumbuhan mangrove menjadi lima, yaitu:
1         Jenis tumbuhan yang hidup di daerah genangan pasang naik yang tinggi;
2         Jenis tumbuhan yang hidup di daerah genangan pasang naik yang medium;

3         Jenis tumbuhan yang hidup di daerah genangan pasang naik dengan tinggi pasang normal;
4         Jenis tumbuhan yang hidup di daerah genangan pasang naik yang tertinggi (spring tide);
5         Jenis tumbuhan yang hidup di daerah genangan pasang pada saat lain.

2.5  Ekowisata

Pengertian ekowisata pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecoutourism Society (1990) adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservai lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Semula ekowisata dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan di daerah tujuan wisata tetap utuh dan lestari disamping budaya dan kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga.
Namun dalam perkembangannya ternyata bentuk ekowisata ini berkembang karena banyak digemari oleh wisatawan. Wisatawan ingin berkunjung ke area alami, yang dapat menciptakan kegiatan bisnis. Ekowisata kemudian didefinisikan sebagai berikut : Ekowisata adalah bentuk baru dari perjalanan bertanggungjawab ke area alami dan berpetualangan yang dapat menciptakan industri pariwisata (Eplerwood, 1999).
Ekowisata merupakan bentuk wisata yang dikelola dengan pendekatan konservasi. Apabila ekowisata pengelolaan alam dan budaya masyarakat yang menjamin kelestarian dan kesejahteraan, sementara konservasi merupakan upaya menjaga kelangsungan pemanfaatan sumberdaya alam untuk waktu kini dan masa mendatang. Ekowisata tidak melakukan eksploitasi alami, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan, fisik, dan psikologis wisatawan.

BAB III PEMBAHASAN


3.1  Gambaran Umum Wilayah Kawasan Mangrove Wonorejo

3.1.1  Gambaran Umum Lokasi

Lokasi yang menjadi wilayah studi kuliah lapangan adalah berada di Kawasan Ekowisata Mangrove yang terletak di Jl. Raya Wonorejo No. 1 Desa Wonorejo Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Rungkut, Surabaya Timur. Ekowisata Mangrove Wonorejo ini memiliki aksesibilitas yang tinggi, mudah dijangkau dengan menggunakan kendaraan roda dua, pribadi maupun angkutan umum. Luas dari lokasi ekowisata kurang lebih sekitar 800 Ha, yang berjarak 2 km dari pusat Kota Surabaya. Adapun batas-batas administrasi lokasi studi adalah sebagai berikut:
§  Batas Utara                     : Kelurahan Keputih, Sukolilo
§  Batas Selatan                     : Kelurahan Medokan Ayu, Rungkut
§  Batas Timur                    : Selat Madura
§  Batas Barat                     : Kelurahan Penjaringansari, Rungkut



Gambar 1 Peta Lokasi Ekowisata Mangrove Wonorejo
Sumber : Google maps

3.1.2  Kondisi Eksisting Kawasan Mangrove Wonorejo

Kondisi Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo yang merupakan salah satu hutan mangrove di Suarabaya dapat dibilang bagus jika dibandingkan dengan di wilayah lainnya. Yang dilengkapi dengan keberagaman flora dan fauna yang mendukung ekosistem mangrove di kawasan studi. Pada awalnya Kawasan Mangrove Wonorejo hanya dimanfaatkan sebagai wisata edukasi yang ditujukan

bagi para murid maupun mahaasiswa yang kemudian dikembangkan manjadi Ekowisata yang ditujukan untuk umum.


Description: E:\LAPORAN KULAP\DOKUMENTASI\IMG_6738.jpg

Gambar 2 Persebaran Mangrove
Sumber : Survey Primer, 2016

Adapun jenis-jenis mangrove yang ada di Ekowisata Mangrove Wonorejo dapat dilihat pada tabel berikut :

No.
Jenis Spesies
Fungsi
Ekologi
1.
Gedangan / Aegiceras Corniculatum (L.) Bianco
Description: http://tropicalflowers.la.coocan.jp/Myrsinaceae/Aegiceras%20corniculatum/DSC05425.JPG





§  Kuit kayu yang berisi              saponin dapat digunakan untuk racun ikan
§  Bunga dimanfaatkan sebagai        hiasan karena wanginya
§  Kayu           dapat dijadikan arang
Gedangan dapta hidup di pantai dengan salinitas yang tinggi. Di Surabaya sendiri Gedangan dapat ditemui          di
wilayah Pantai Timur dan Pantai Utara        yaitu
Gunung Anyar Tambak, Medoan Ayu, Wonorejo, Keputih,  Greges,
dsb.
2.
Kateng / Avicennia lanata Ridley
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhBxF0DP59seomQIRIF2Ys5bBQmMevhN_9Qr80tHtb0DctkBlg_WFLS0U7iyKZ0BDprShwXxbfuxRrvtw5mqa8RteZ3H6FmmjfpGMk4pGnDYl5YddxUqLWOFRyCvQ8MtvgQqYMJI2tZwvlg/s1600/Avicennia-rumphiana.jpg


§  Kayu           dapat dimanfaatkan sebagai                   kayu bakar
§  Sebagai        bahan bangunan
§  Dapat dimakan, merupakan bahan                  dasar
untuk
Kateng dapat ditemukan datu hidup di paparan lumpur, tepi sungai, daerah kering,        dan
toleran pada perairan dengan salinitas  tinggi.
Di Kota Surabaya




pembuatan makanan mangrove seperti tempet
Kateng    dapat
dijumpai di Pantai Timur tepatnya       di
Gunung Anyar Tambak, Medoan Ayu, Wonorejo, Keputih, dsb.
3.
Api-Api / Avicennia Alba Blume
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjGbox1SxU4DHr6Dh8Wi1JZPcBJRzxhNK0WTwb43X9ubpIxYT4_PyP0g8BcFWwV6ib91NmEqKyYjtVRgMLhmQHK_VNBHwxHcGLyl0mqTCTQ36_zOzxHioPJTdAHh30s6q5sI_l_5s4gCNdF/s1600/Avicennia-officinalis.jpg




§  Kayu bakar dan bahan bangunan dengan                  mutu rendah
§  Getahnya dapat digunakan untuk mencegah kehamilan
§  Buahnya       dapat
dimakan
Api-api   dapat
hidup pada paparan lumpur, tepi       sungai,
daerah         kering,
serta           toleran terhadap salinitas tinggi.
4.
Jeruju / Acanthus Ilicifolius L
Description: http://www.khasiatherba.com/wp-content/uploads/2014/09/khasiat-jeruju-3.jpg

















§  Buah             yang ditumbuk dapat dimanfaatkan untuk “pembersih darah”                   serta kulit terbakar
§  Daun           dapat mengobati penyakit reumatik
§  Perasan         buah dan akar dapat dimanfatkan untuk mengatasi gigitan                     ular beracun
§  Biji             dapat digunakan untuk mengobati penyakit cacing pada
pencernaan
Jeruju dapat ditemukan atau hidup hamper di seluruh wilayah Pantai Kota Surabaya




§  Pohon          dapat digunakan sebagai                 pakan
ternak

5.
Api-Api / Avicennia Marina (Forsal) Vierh
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgOPoDrwpRBOdUHqKAli7nqcZc8DpHsYc9FUDKRyeO4XKkt6lH1X9FHRyh8x7034zjamlmhcMs2SWSklWvaEa4_cCA2xVroR_WTQyyIy_7SLjDzKE2tCKtytBHiceYeqv5LPCVOBHYIDTOX/s1600/Avicennia-marina.jpg










§  Daun digunakan untuk mengatasi kulit yang terbakar
§  Resin            yang keluar dari kulit kayu                 dapat dimanfaatkan sebagai                     alat kontrasepsi
§  Buah           dapat dimakan
§  kayu           dapat menghasilkan bahan                 kertas yang berkualitas tinggi
§  Daun digunakan sebagai        pakan
ternak
Api-api jenis ini dapat ditemukan di Pantai Timur Surabaya khususnya               di Gunung         Anyar Tambak, Medokan                      Ayu, Wonorejo, Keputih, dsb.
6.
Bakau Tinjang / Rhizophora Mucronata Lam.
Description: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/f/f3/Rhizophora_mangle.jpg



§  Bahan           dasar pembuatan makanan mangrove seperti keripik
§  Tenin dan kulit kayu digunakan untuk pewarnanaan, dan               kadang digunakan untuk                   obat
dalam           kasus hematuria
Bakau           dapat ditemukan               di wilayah         Pantai Timur dan Pantai Utara                     Kota Surabaya, Khususnya dapat ditemukan         di Gunung Anyar Tambak, Medoan Ayu, Wonorejo, Keputih, Kenjeran, Asemrowo,
Greges dsb


7.
Werus / Brugulera Cylindrica Blume
Description: http://images.marinespecies.org/resized/26720_bruguiera-cylindrica.jpg


§  dapat digunakan sebagai          kayu bakar
§  akar          embrio dimanfaatkan sebaagi makanan ringan dengan                    gula dan kelapa
Werus dapat ditemukan di wilayah pantai
timur               kota Surabaya, khususnya                         di Wonorejo, Panta Utara                     Kota Surabaya, Greges, dsb.
8.
Lindur / Ceriops tagal C. B. Rob
Description: http://www.medicinatradicionalmexicana.unam.mx/images/atlas/Rhizophora_mangle2.jpg




§  Ekstrak kulit kayu bermanfaat untuk persalinan
§  Tanin dihasilkan dari kulit kayu
§  Kulit kayu dan kayu dapat dimanfaatkan sebagai pewarnaan
Dapat ditemukan di                wilayah Surabaya Timut Kota Surabaya, khususnya di Wonorejo
9.
Tanjang Merah, Putut / Brugulera gymnorrhiza (L.) Lam
Description: http://farm6.staticflickr.com/5307/5579397742_9973245d6a.jpg




§  Bagian         dalam hipokotil dapat dimakan           dan dicampur dengan gula
§  Kayu digunakan untuk                   kayu
bakar              dan pembuatan arang
§  Bahan           dasar pembuatan tepung
pengganti beras
Wilayah        pantai timur               kota Surabay, khususnya Wonorejo, Pantai Utara                     Kota Surabaya, Greges, dsb/
10.
Buyuk / Nypa Fruticans Wurmb
Description: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/0/0e/Nypa_041117-024_krb.jpg
§  Dapat          diolah menjadi tepung, permen, manisan,                  sirup, alcohol, gula
§  jika dikelola dengan baik dapat
menghasilkan
Buyuk dapat ditemukan di wilayah  Pantai
Timur             Kota Surabaya, Sepanjang sungai Wonorejo (sungai            jagir,
Sungai          Apur),




gula dengan sukrosa yang
lebih tinggi, lebih bagus dari gula tebu
§  Daun           dapat dimanfaatkan sebagai sebagai topi,      tikar, keranjang,          dan kertas rokok.
§  Biji             dapat dimakan
§  Serat gagang dan daun dapat dibuat tali dan
bulu sikat
Gunung Anyar Tambak, Medoan Ayu, Keputih, dan sebagian wilayah kenjeran
11.
Bakau Tinjang Wedok / Rhizophora Apiculata BLUME
§  Kulit kayu berisi 30% tenin
§  Cabang          Akar dapat digunakan sebagai jangkar batu
§  Digunkana untuk melindungi pematang untuk tanaman
penghijauan
Bakau      jenis      ini dapat ditemukan di Wilayah Pantai Utara               Kota Surabya, khusunya Asemrowo, Greges, dsb.
12.
Bogem / Sonneratia caseolaris (L.) Engl,
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEid_-B0uQdOmzEvoYe_krcFmltUtLGKGQ_IPkDVJ9corIEe0PITDut4blVxJhLcZYBjd3-l2tAYjAKSz23w49-LSxGABZORY812IitGGyZlo90RTnbhaPZDKd1uV-ZtwtmbIWe_69obRLzi/s1600/Sonneratia-caseolaris.jpg


§  Buah            asam dapat digunakan sebaga         bahan rujak
Dapat ditemukan di Wilayah Pantai Timur                     Kota Surabaya,             di sepanjang Sungai Wonorejo (Sungai                   Jagir),
Gunung Anyar Tambak, Medoan Ayu, Keputih, dan Sebagian wilayah
Kenjeran


13.
Ketower / Derris trifoliate Lour
Description: https://c2.staticflickr.com/2/1143/5160460805_ef561e5e8d.jpg
§  batang          dapat digunakan sebagai tali
§  akarnya        dapat digunakan sebagai                 racun ikan
Dapat ditemukan di                seluruh
wilayah Pantai Timur dan Pantai Utara Kota Surabya
14
Tinjang / Rhizophora Stylisa Gryff
Description: http://www.mangrove.at/images/species/rhizophora_stylosa/seeds/rhizophora%20stylosa%20seeds%2001.jpg

§  Kayu           dapat dimanfaatkan sebagai boomerang dan tombak
§  buah            dapat digunakan sebagai anggur ringan dan obat untuk hematuria
Dapat ditemukan di Wilayah Pantai Timut                     Kota Surabaya, khususnya                     di Gunung  anyar Tambak, Medoan Ayu,           Wonorejo, Keputih, dsb.
15.
Nyirih / Xylocarpus Mollucencis (Lam.) M.Roem
§  Biji             dapat digunakan sebagai                   obat sakit perut
§  dapat dijadikan jamu untuk proses setelah bersalin
§  dapat dijadikan sebagai          jamu penambah nafsu makan
§  tannin          dapat dijadikan sebagai jala dan obat
pencernaan
dapat ditemukan di Wilayah Pantai Timur                     Kota Surabaya, khususnya                     di Gunung  Anyar Tambak, Medoan Ayu,           Wonorejo, Keputihh, dsb.
Tabel 2 Jenis-Jenis Mangrove di Ekowisata Mangrove Wonorejo
Sumber : Survey Primer dan Sekunder, 2016

3.2  Potensi dan Masalah Kawasan Mangrove Wonorejo

3.2.1  Potensi Kawasan Mangrove Wonorejo
Potensi dapat dikembangkan di Ekowisata Mangrove ini meliputi:

§  Potensi Keanekaragaman Ekosistem

Ekosistem mangrove yang ada di Wonorejo dapat terbilang cukup bervariasi, yang setidaknya terdapat 15 jenis pohon mangrove yang telah hidup di kawasan pesisir ini. Selain itu dengan keberadaan hutan mangrove mampu

menarik atau mendatangkan beberapa jenis spesies burung hingga mencapai 147 spesies beserta berbagai spesies fauna lainnya yang dapat menunjang kawasan Ekowisata Mangrove. Atau dalam kata lain, dengan adanya keberagaman ekosistem mangrove akan mendatangkan berbagai jenis flora dan fauna sehingga tidak hanya jenis mangrove yang bervariasi namun juga flora dan fauna yang tersedia.
Description: E:\LAPORAN KULAP\DOKUMENTASI\IMG_6740.jpg
Gambar 3 Keanekaragaman Fauna di Ekowisata Mangrove
Sumber : Survey Primer, 2016

§  Potensi Pengembangan Kawasan

Yang dimaksudkan dengan mangrove berpotensi sebagai pengembangan kawasan sebenarnya dapat dilihat dari berbagai perspektif diantaranya adalah dari segi sosial, ekonomi, edukasi dan wisata. Dari segi sosial, kawasan Ekosistem Mangrove Wonorejo sampai saat ini telah dikelola oleh sebuah lembaga swadaya masyarakat yang terintegrasikan kerjasama antara petambak, nelayan serta masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan mangrove. Dimana dari ketiga pihak tersebut saling bekerjasama dalam upaya mengelola dan menjaga keseimbangan ekosistem alam. Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat telah memiliki sense of belonging atau rasa saling memiliki. Selain itu dalam upaya melindungi keberadaan sisa-sisa hutan mangrove sebagai kawsan konservasi, masyarakat bekerja sama dengan polsek terdekat melalui bantuan komunikasi telepon genggam.
Kemudian dari segi ekonomi keberadaan Ekowisata Mangrove
Wonorejo dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar serta biaya retribusi yang harus dibayar ketika berkunjung di Ekowisata ini sebenarnya digunakan untuk upaya pengelolaan kawasan. Sedangkan segi edukasi dan wisata, kawasan mangrove Wonorejo merupakan salah satu media belajar yang sekaligus tempat rekreasi para pengunjung, dimana pada Ekowisata Mangrove Wonorejo ini juga dilengkapi dengan berbagai jenis fasilitas penunjang seperti perahu,Musholla,gazebo,restoran, sentra PKL makanan dan minuman, serta joging track panjang yang terbuat dari anyaman bambu, yang menghubungkan berbagai titik obyek.


Gambar 4 Fasilitas Penunjang Ekowisata Mangrove Wonorejo
Sumber : Survey Primer, 2016

§  Potensi  Ekosistem Mangrove

Ekosistem mangrove yang ada di Wonorejo sangat bermanfaat bagi masyarakat sekitar dan bagi biota laut yang hidup di perairan sekitarnya. Untuk jenis mangrove yang paling banyak dimanfaatkan antara lain jenis Api-api, Sonirafia, dan Nipah. Api-api merupakan tempat berkembang biaknya biota laut seperti ikan dan kepiting khususnya di bagian akar nafasnya. Selain itu akar dari Api-api ini dapat menyerap kadar garam yang tinggi. Kadar garam yang telah diserap ini kemudian dibuangnya dibalik pohon. Namun apabila kadar garam melampaui batas maka tanaman ini kulitnya akan menghitam dan kemudian mati. Adanya api-api yang lebat ini juga bermanfaat untuk mengurangi intrusi air laut yang saat ini sudah sampai Injoko.
Keberadaan jenis mangrove Api-api daunnya dapat digunakan sebagai pakan ternak hewan, buahnya dapat diolah sebagai bahan dasar tempe mangrove. Tak hanya itu batang api-api ini juga bisa dijadikan arang yang mahal dan kualitas ekspor Jepang. Buah Bogem dan Nipah juga dapat digunakan sebagai bahan pangan, sedangkan akar Sonirafia dapat









dimanfaatkan sebagai kerajinan tangan dan pewarna batik yang hasilnya juga dijual di kawsan Ekowisata tersebut.

Gambar 5 Pemanfaataan Magrove
Sumber : www.google.com

3.2.2  Masalah Kawasan Mangrove Wonorejo

Disamping potensi yang ada di kawasan mangrove Wonorejo terdapat beberapa permasalahan terkait:

§  Masalah Keanekaragaman Ekosistem

Spesies atau jenis mangrove yang ada di Ekowisata Mangrove Wonorejo sebenarnya sangat beragam, namun jumlah dari tiap-tiap jenis sangat minim. Sehingga diperlukannya upaya-upaya pengembangan serta pengelolaan terhadap keanekaragaman ekosistem yang ada agar jumlah yang semakin sedikit tidak terus berkurang.

§  Semakin menurunnya luasan mangrove

Berdasarkan info yang diperoleh dari narasumber, kondisi hutan mangrove yang ada di Wonorejo saat ini berbeda jauh dengan sebelumnya, yaitu ketika belum diberlakukannya UU mengenai Konservasi Mangrove. Ketebalan hutan mangrove dari bibir pantai yang sebelumnya mencapai 1 km dengan luas 6000 Ha saat ini hanya mencapai 800 Ha. Hal tersebut disebabkan karena sebelum diberlakukannya UU Konservasi, masyarakat dengan mudahnya melakukan penebangan hutan dan pelanggaran terhadap kawasan Mangrove tanpa adanya pengawasan oleh pihak berwenang.

Dengan semakin menurunnya hutan mangrove yang tersedia, menjadikan kawasan hutan mangrove rawan terhadap abrasi. Bahkan setiap tahunnya, abrasi yang terjadi mencapai 20 m kearah pantai.
Description: E:\LAPORAN KULAP\DOKUMENTASI\IMG_6830.jpg
Gambar 6 Kondisi Mangrove Wonorejo
Sumber : Survey Primer, 2016

§  Permasalahan Lingkungan

Permasalahan lingkungan yang terjadi adalah masih banyaknya ditemui sampah yang berserakan, baik sampah yang bawa oleh pengunjung maupun sampah yang berasal dari kapal yang membuang sampah di tengah laut, dan sungai dari kota. Sampah sungai merupakan sampah buangan dari Sungai Banyuwangi, Gresik, dan Pantura. Surabaya yang merupakan tempat pembuangan terkahir, menjadikan Surabaya sebagai tempat tumpukan sampah dari ketiga kota tersebut. Sampah yang berasal dari sungai di Surbaya kemudian mengalir di Estuaria hutan mangrove dan terdampar di kawasan hutan Mangrove.
Masalah lain yang berkaitan dengan lingkungan yaitu tidak tersedianya fasilitas pengolahan limbah secara komunal disekitar perumahan yang menyebabkan masyarakat justru membuang limbah ke sungai yang mengalir ke estuaria di kawasan hutan mangrove tersebut. Permasalahan limbah yang mencemari ekosistem di Mangrove Wonorejo juga merupakan kiriman yang berasal dari Lumpur Lapindo Sidoarjo Dimana Pada tahun 2014, puluhan ton kerang ditemukan mati dikarenakan limbah lumpur yang mengalir ke laut sekitar hutan mangrove.





Description: E:\LAPORAN KULAP\DOKUMENTASI\IMG_6813.jpg
Description: E:\LAPORAN KULAP\DOKUMENTASI\IMG_6814.jpg



Gambar 7 Tumpukan sampah yang menjadi masalah lingkungan
Sumber : Survey Primer, 2016


§  Permasalahan Kelembagaan

Ketidakjelasan mengenai lembaga yang berwenang terhadap pengelolaan kawasan tersebut disebabkan karena zona konservasi sampai saat ini adalah sebagian milik pribadi dan sebagian milik PT. Sehingga legalitas terhadap pembagian kawasan konservasi juga tidak dapat diketahui dengan jelas. Ditambah lagi dengan adanya perumahan disekitar kawasan hutan mangrove sempat menimbulkan perselisihan antara pihak pengembang dengan pihak pengelola mengenai batas zona konservasi. Dimana perijinan perumahan telah diperoleh sejak 20 tahun yang lalu dengan pertimbangan awalnya lahan tidak produktif sehingga pihak pengembang memutuskan untuk memanfaatkan lahan tersebut sebagai permukiman. Dan berdasarkan informasi yang diperoleh dari salah satu narasumber FKMPM, sampai saat ini pihak yang dapat mengelola kawasan konservasi Mangrove Wonorejo adalah Pemerintah Kota Surabaya bersama denganPertamina dan BPN. Permasalahan mengenai kelembagaan di ekowisata mangrove ini sebenarnya juga disebabkan karena Pemerintah Kota Surabaya belum melakukan pembebasan terhadap lahan konservasi.

§  Minimnya biaya pengelolaan

Dalam pengelolaan kawasan konservasi mangrove, biaya yang dibutuhkan tentunya tidak sedikit. Hal tersebut merupakan salah satu kendala pokok yang dihadapi oleh pihak pengelola untuk mengembangkan kawasan ekowisata mangrove ini. Sulitnya memperoleh dana tidak hanya berasal dari UPTD namun juga dari pemerintah pusat.
Sampai saat ini swadaya masyarakat harus mengajukan proposal terlebih dahulu untuk memperoleh bantuan dana pengelolaan kepada UPTD. Seperti tersedianya gazebo merupakan salah satu wujud bantuan dari UPTD dimana pemberian nama dari gazebo juga disesuaikan dengan nama UPTD tersebut. Bahkan beberapa UPTD sempat menolak untuk memberi bantuan setelah melihat lokasi gazebonya yang tidak strategis untuk dikunjungi oleh pengunjung, padalah tujuan utama dibangunannya gazebo tersebut adalah untuk melindungi hutan mangrove agar tidak semakin menipis. Biaya pengelolaan yang sudah jelas diperoleh untuk mengelola Ekowisata Mangrove Wonorejo adalah diperoleh dari biaya retribusi yang diberikan kepada para pengunjung.

BAB IV PENUTUP


4.1  Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang dilakukan pada bab sebelumnya jadi dapat disimpulkan bahwa Ekowisata Mangrove Wonorejo memiliki aksesibilitas yang tinggi, mudah dijangkau dengan menggunakan kendaraan roda dua, pribadi maupun angkutan umum. Luas dari lokasi ekowisata kurang lebih sekitar 800 Ha, yang berjarak 2 km dari pusat Kota Surabaya. Kondisi Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo yang merupakan salah satu hutan mangrove di Suarabaya dapat dibilang bagus jika dibandingkan dengan di wilayah lainnya. Yang dilengkapi dengan keberagaman flora dan fauna yang mendukung ekosistem mangrove di kawasan studi. Potensi yang terdapat di kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo meliputi tersedianya keberagaman jenis mangrove yang setidaknya terdapat 15 jenis pohon mangrove yang mampu mendatangkan berbagai jenis flora dan fauna sehingga tidak hanya jenis mangrove yang bervariasi namun juga flora dan fauna yang tersedia. Kemudian mangrove berpotensi sebagai pengembangan kawasan yang dilihat dari segi sosial, ekonomi, edukasi dan wisata. Dari segi sosial dapat yaitu mampu menumbuhkan rasa saling memiliki atau sense of belonging masyarakat dalam upaya pengelolaan mangrove. Dari segi ekonomi keberadaan Ekowisata Mangrove Wonorejo dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar serta biaya retribusi yang harus dibayar ketika berkunjung di Ekowisata ini sebenarnya digunakan untuk upaya pengelolaan kawasan. Sedangkan segi edukasi dan wisata, kawasan mangrove Wonorejo merupakan salah satu media belajar yang sekaligus tempat rekreasi para pengunjung, yang dilengkapi fasilitas penunjang seperti gazebo,restoran, sentra PKL makanan dan minuman, serta joging track panjang yang terbuat dari anyaman bambu, yang menghubungkan berbagai titik obyek. Potensi yang lainnya yaitu keberadaan ekosistem mangrove yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar dan bagi biota laut yang hidup di perairan sekitarnya. Jenis Api-api, Sonirafia, dan Nipah merupakan jenis seperti bahan makanan, pewarna batik, kerajinan dan yang lainnya.
Selain potensi yang dapat dikembangan, dalam pengelolaan dan pengembangan kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo terdapat beberapa masalah seperti masalah banyaknya jenis mangrove tidak diimbangi dengan jumlah yang banyak juga, permasalahan luasan hutan mangrove yang semakin lama semakin menurun, permasalahan lingkungan yang ditimbulkan berupa tumpukan sampah dan limbah, permasalahan kelembagaan mengenai ketidakjelasan lembaga yang berwenang terhadap pengelolaan kawasan akibat adanya tumpang tindih. Di kawasan hutan mangrove juga terjadi pelanggaran mengenai penggunaan lahan yang seharusnya menjadi zona konservasi tapi justru dibangun perumahan, dalam hal ini terjadi karena kurangnya integrasi antara UU Konservasi dengan perijinan perumahan yang dikeluarkan. Serta permasalahan mengenai minimnya biaya yang diperoleh untuk mengelola kawasan mangrove ini disebabkan oleh sulitnya memperoleh dana tidak hanya berasal dari UPTD namun juga dari pemerintah pusat.

Sehingga hal yang harus dilakukan dalam upaya pengelolaan dan pengembangan Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo adalah adanya kerjasama dari semua pihak, baik masyarakat, swasta maupun Pemerintah Kota. Dimana ketiga pihak saling menjaga dan melestarikan apa yang telah ada saat ini dengan koordinasi yang baik. Dengan harapan dapat memecahkan berbagai masalah yang dimiliki dan terus mengembangkan potensi kawasan Ekowisata Mangrove.

4.2  Lesson Learned

Dari pembahasan yang telah dilakukan, dapat diambil pembelajaran sebagai berikut:
1.       Keberadaan hutan mangrove tentunya memiliki berbagai potensi dan masalah, selain itu mangrove dapat dimanfaatkan oleh manusia dan berbagai organisme laut.
2.       Konservasi merupakan tindakan untuk menjaga suatu kawasan,lingkungan agar tetap terjaga dan tidak dirusak
3.       Ekowisata mangrove merupakan salah satu bentuk konservasi yang dapat dilakukan terhadap spesies mangrove beserta jenis-jenis flora dan fauna yang mendukung keberadaan ekosistem mangrove
4.       Dalam melakukan suatu konservasi, diperlukan pembiayaan yang tidak sedikit sehingga prinsip yang harus ditanamkan yaitu memperoleh keuntungan (Profit Oriented) dan memberika manfaat bagi masyarakat luas.
5.       Perlu adanya kerjasama antar semua pihak-pihak terkait, yaitu masyarakat, swasta dan pemerintah dalam pengelolaan dan pengembangan wilayah konservasi serta dalam upaya penyelesaian masalah yang terdapat di kawasan.
6.       Perlu adanya Peraturan dan Kebijakan yang jelas mengenai Konservasi

DAFTAR PUSTAKA


Academia.edu. Analisis Persoalan Konservasi Mangrove Wonorejo Dalam Ekonomi Kota.
Ebiologi.com. Ekosistem Hutan Mangrove: Ciri, Fungsi, dan Kerusakannya. Diakses pada tanggal           19               Mei               2016                 pukul                            10.24.
Google.com. Diakses pada tanggal 24 Mei 2016 pukul 06.02.
Website       Ekowisata       Mangrove.        Diakses      pada      tanggal  23 Mei 2016                 pukul      22.0.

Komentar